Rabu, 13 Februari 2013

BEI: Kinerja Pasar Modal Indonesia 2012 Menggembirakan




Pialang memantau perdagangan saham di Mandiri Sekuritas di Jakarta. Foto: Investor Daily/DAVID GITA ROZA Pialang memantau perdagangan saham di Mandiri Sekuritas di Jakarta. Foto: Investor Daily/DAVID GITA ROZA

JAKARTA - Bursa Efek Indonesia (BEI) menilai, kinerja pasar modal domestik selama 2012 cukup menggembirakan di tengah kondisi gejolak ekonomi global yang masih berlangsung.

Direktur Utama BEI Ito Warsito di Jakarta, Rabu, mengatakan, kinerja pasar modal Indonesia yang salah satunya tercermin dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) telah mengalami pertumbuhan sekitar 13 persen selama 2012.

"Tahun lalu, IHSG BEI hanya tumbuh sekitar 3,2 persen. Saat ini, IHSG sudah tumbuh 13 persen sepanjang 2012, indeks BEI sekarang ini terus mengalami kenaikan, kemungkinan hingga akhir tahun dapat tumbuh 15 persen," kata dia.

Selain itu, lanjut dia, pertumbuhan nilai kapitalisasi pasar modal Indonesia juga mengalami peningkatan lebih dari Rp500 triliun seiring dengan bertambahnya emiten di BEI.

"Kalau kita lihat pertumbuhan kapitalisasi pasar BEI tumbuh lebih dari Rp500 triliun dengan 23 emiten baru, sebenarnya itu pertumbuhan yang cukup signifkan," kata dia.

Terkait dengan perkiraan kalangan analis yang memproyeksikan pertumbuhan indeks BEI pada 2012 dapat mencapai hingga 20 persen, Ito mengatakan, prediksi kalangan analis itu memang telah menggunakan beberapa asumsi, namun dampak krisis ekonomi AS dan Eropa masih berjalan.

"Waktu analis melakukan prediksi tentunya dengan menggunakan berbagai asumsi, tergantung dari apakah asumsinya terjadi atau tidak, banyak analis yang mungkin tidak menyangka bahwa dampak krisis Eropa dan AS masih cukup dalam tahun ini," ujar dia.

Ito juga mengatakan, pertumbuhan industri pasar modal Indonesia juga dipicu dari kinerja fundamental emiten dalam negeri yang mayoritas positif meski beberapa emiten sektor perkebunan dan pertambangan mengalami penurunan kinerja.

"Tahun ini memang kurang bagus untuk industri perkebunan dan pertambangan, hal itu dipicu dari harga komoditas yang tertekan sehingga laba emitennya menurun tidak sesuai harapan. Namun hal itu ditutup oleh pertumbuhan sektor lainnya, seperti keuangan, konsumer, manufaktur, infrastruktur," kata dia. (tk/ant)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar